Assalamualikum wr wb
Salam BIDIKIN!
Ini kisah singkat perjuangan saya menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Semoga bisa menginspirasi adik-adik yang sedang berjuang dan senasib dengan saya!
Saya
Choirul Solikha lahir dari orang tua yang bermata pencaharian sebagai seorang
petani musiman, ibu saya kerap kali juga menjadi pedagang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari kami, selain itu orang tua saya juga memelihara hewan
ternak untuk kebutuhan yang datang secara tak terduga. Saya memiliki 3 saudara,
saya anak bungsu dari 2 kakak laki-laki.
Yang membuat saya bangga kepada orang orang tua saya adalah walaupun tidak
lahir dari keluarga yang bergelimang harta tapi beliau selalu mengajarkan
anaknya untuk menuntut ilmu yang tinggi walaupun beliau bukan orang berpendidikan.
Pasalnya kami bertiga dapat mengenyam pendidikan yang layak dengan kondisi
ekonomi yang kurang serta bertempat tinggal di desa tertinggal.
Saya
dan kedua kakak saya menempuh pendidikan dipondok pesantren sejak kulus dari SD
bahkan kakak saya yang pertama mulai mondok sejak kelas 4 SD. Walaupun hidup
dilingkungan pondok pesantren salaf kami tidak hanya mengenyam pendidikan
diniyah saja tapi juga pendidikan formal, terbukti dengan kakak saya yang ke 2
telah mendapat gelar sarjana beberapa tahun lalu. Sedangkan saya sendiri telah
menyelesaikan tugas akhir saya diakhir bulan Juli 2020 kemarin.
Jalan cerita saya merasakan bangku kuliah
tidaklah mulus seperti anak seumuran saya pada waktu itu. Sempat berfikir untuk
tidak melanjutkan kuliah setelah lulus SMA, namun seiring dengan dorongan dan
dukungan keluarga dan orang terdekat dengan nekat saya memasuki dunia
perkuliahan. Masih terngiang pada waktu itu perjuangan orang tua saya untuk
membayar biaya pendaftaran dan UKT semester pertama saya. Bapak bekerja menjadi kuli, membangun jalan
selama sebulan penuh dan upahnya tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sepeserpun.
Awal
kuliah seakan menjadi awal penderitaan bagi saya. Banyak tekanan batin yang
harus saya hadapi, mulai dari masalah
keluarga, kesibukan di pondok juga kesibukan sebagai mahasiswa. Tidak banyak yang
saya harapkan untuk mendapat beasiswa karena selain kemampuan saya yang
dibilang menengah kebawah, juga perguruan tinggi tempat saya kuliah hanya
berstatus swasta yang terus berbenah. Saya kuliah mengambil jurusan Tadris
Bahasa Indonesia di IAI Al-Qolam Gondanglegi Malang. Saya sangat berkecil hati
untuk mendapat beasiswa apalagi beasiswa bidikmisi yang notabenenya adalah
beasiswa bergensi dan tanggung jawabnyapun besar.
Dimana
ada kemauan disitulah ada jalan, diakhir saya semester satu ada salah satu
dosen yang mengajar mata kuliah dikelas kami, dan beliau menyampaikan beasiswa
bidikmisi on going dikampus kami. Namun untuk kuota penerima beasiswa tersebut
hanya 5 mahasiswa dari seluruh prodi angkatan 2016. Secara langsung saya
mengungkapkan ketertarikan saya untuk mengikuti beasiswa tersebut, namun masih
dengan harapan yang kecil saya akan lulus seleksi. Pasalnya dengan kuota yang
terbatas dan pesaing yang tidak sedikit jumlahnya. Singkat cerita dengan melalui berbagai
seleksi serta rumitnya melengkapi perberkasan, Alhamdulillah saya menjadi salah
satu mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi yang perdana ada dikampus saya.
Semenjak
memasuki semester 2 saya sudah lepas biaya dari orang tua serta bantuan ke 2
kakak saya. Saya mulai menopangkan kebutuhan pribadi, kebutuhan sehari-hari di
pondok pesantren bahkan kebutuhan kuliah hanya dengan uang living cost dari
beasiswa tersebut. Saya harus berfikir dewasa sebelum waktunya. Mengingat
padatnya kegiatan pondok serta tugas kuliah harus saya lakukan dalam waktu yang
sama. Saya harus berkorban tidak pernah tidur siang dan berjaga malam sampai
dini hari untuk sekedar mengerjakan tugas kuliah, musim kemarau yang panas dan
musim penghujan menjadi saksi bisu perjalanan kuliah saya dari pondok ke
kampus, juga kendaraan umum yang mangantarkan saya pulang dan pergi.
" usaha tidak akan menghiati hasil " pepatah yang selalu
menjadi penggingat saya. Seiring berjalannya waktu, cerita jalan hiduppun akan
berbeda. Dikesibukkan menjadi semester tua beban dan tanggung jawab yang saya
pegang juga semakin berat. Saya diamanahkan untuk mengajar mata pelajaran
bahasa indonesia dan sastra indonesia di tinggal SMA di lembaga yang
membesarkan saya yaitu PPAI Mambaunnur. Mau tidak mau saya harus jeli membagi
waktu saya dengan kegiatan pondok, mengajar dan kuliah apalagi dimasa akhir
yang disibukkan dengan kegiatan PPL, KKN bahkan sampai skripsi.
Alhamdulillah
walaupun harus menyelesaikan studi akhir ditahun dimana dunia sedang dilanda
pandemi. Situasi menuntut semua harus
serba sulit. Bimbingan hanya dengan online, seminar proposal online dan sidang
skripsi dengan tatap muka karena sudah new normal, namun saya masih
mampu menyelesaikan tugas akhir saya tepat waktu. Terimakasih saya
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu keberlangsungan pendidikan saya
dan teman-teman bidikmisi seluruh tanah air. Semoga beasiswa ini tetap
berlanjut dan semakin jaya mengantarkan putra-putri bangsa untuk meraih
cita-citanya dan menjadi pengabdi negara.
Salam
semangat buat adik-adik yang senasib dengan saya, teruslah berjuang tanpa
memamandang strata dan lembaga yang membesarkan anda. Karena pada hakikatnya
kita semua sama, yang menentukan jalan
hidup kita nantinya adalah niat dan usaha bukan keinginan yang diapresiasikan
hanya dengan hanyalan.
Wassalamualiakum wr wb.