Friday, September 4, 2020

Yang Menentukan Jalan Hidup Kita Nantinya Adalah Niat dan Usaha

0

 

Assalamualikum wr wb

Salam BIDIKIN!

Ini kisah singkat perjuangan saya menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Semoga bisa menginspirasi adik-adik yang sedang  berjuang dan senasib dengan saya!

Saya Choirul Solikha lahir dari orang tua yang bermata pencaharian sebagai seorang petani musiman, ibu saya kerap kali juga menjadi pedagang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami, selain itu orang tua saya juga memelihara hewan ternak untuk kebutuhan yang datang secara tak terduga. Saya memiliki 3 saudara, saya anak bungsu dari 2  kakak laki-laki. Yang membuat saya bangga kepada orang orang tua saya adalah walaupun tidak lahir dari keluarga yang bergelimang harta tapi beliau selalu mengajarkan anaknya untuk menuntut ilmu yang tinggi walaupun beliau bukan orang berpendidikan. Pasalnya kami bertiga dapat mengenyam pendidikan yang layak dengan kondisi ekonomi yang kurang serta bertempat tinggal di desa tertinggal.

Saya dan kedua kakak saya menempuh pendidikan dipondok pesantren sejak kulus dari SD bahkan kakak saya yang pertama mulai mondok sejak kelas 4 SD. Walaupun hidup dilingkungan pondok pesantren salaf kami tidak hanya mengenyam pendidikan diniyah saja tapi juga pendidikan formal, terbukti dengan kakak saya yang ke 2 telah mendapat gelar sarjana beberapa tahun lalu. Sedangkan saya sendiri telah menyelesaikan tugas akhir saya diakhir bulan Juli 2020 kemarin.

       Jalan cerita saya merasakan bangku kuliah tidaklah mulus seperti anak seumuran saya pada waktu itu. Sempat berfikir untuk tidak melanjutkan kuliah setelah lulus SMA, namun seiring dengan dorongan dan dukungan keluarga dan orang terdekat dengan nekat saya memasuki dunia perkuliahan. Masih terngiang pada waktu itu perjuangan orang tua saya untuk membayar biaya pendaftaran dan UKT semester pertama saya.  Bapak bekerja menjadi kuli, membangun jalan selama sebulan penuh dan upahnya tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sepeserpun.

Awal kuliah seakan menjadi awal penderitaan bagi saya. Banyak tekanan batin yang harus saya hadapi, mulai dari  masalah keluarga, kesibukan di pondok juga  kesibukan sebagai mahasiswa. Tidak banyak yang saya harapkan untuk mendapat beasiswa karena selain kemampuan saya yang dibilang menengah kebawah, juga perguruan tinggi tempat saya kuliah hanya berstatus swasta yang terus berbenah. Saya kuliah mengambil jurusan Tadris Bahasa Indonesia di IAI Al-Qolam Gondanglegi Malang. Saya sangat berkecil hati untuk mendapat beasiswa apalagi beasiswa bidikmisi yang notabenenya adalah beasiswa bergensi dan tanggung jawabnyapun besar.

Dimana ada kemauan disitulah ada jalan, diakhir saya semester satu ada salah satu dosen yang mengajar mata kuliah dikelas kami, dan beliau menyampaikan beasiswa bidikmisi on going dikampus kami. Namun untuk kuota penerima beasiswa tersebut hanya 5 mahasiswa dari seluruh prodi angkatan 2016. Secara langsung saya mengungkapkan ketertarikan saya untuk mengikuti beasiswa tersebut, namun masih dengan harapan yang kecil saya akan lulus seleksi. Pasalnya dengan kuota yang terbatas dan pesaing yang tidak sedikit jumlahnya.  Singkat cerita dengan melalui berbagai seleksi serta rumitnya melengkapi perberkasan, Alhamdulillah saya menjadi salah satu mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi yang perdana ada dikampus saya.

Semenjak memasuki semester 2 saya sudah lepas biaya dari orang tua serta bantuan ke 2 kakak saya. Saya mulai menopangkan kebutuhan pribadi, kebutuhan sehari-hari di pondok pesantren bahkan kebutuhan kuliah hanya dengan uang living cost dari beasiswa tersebut. Saya harus berfikir dewasa sebelum waktunya. Mengingat padatnya kegiatan pondok serta tugas kuliah harus saya lakukan dalam waktu yang sama. Saya harus berkorban tidak pernah tidur siang dan berjaga malam sampai dini hari untuk sekedar mengerjakan tugas kuliah, musim kemarau yang panas dan musim penghujan menjadi saksi bisu perjalanan kuliah saya dari pondok ke kampus, juga kendaraan umum yang mangantarkan saya pulang dan pergi.

        " usaha tidak akan menghiati hasil " pepatah yang selalu menjadi penggingat saya. Seiring berjalannya waktu, cerita jalan hiduppun akan berbeda. Dikesibukkan menjadi semester tua beban dan tanggung jawab yang saya pegang juga semakin berat. Saya diamanahkan untuk mengajar mata pelajaran bahasa indonesia dan sastra indonesia di tinggal SMA di lembaga yang membesarkan saya yaitu PPAI Mambaunnur. Mau tidak mau saya harus jeli membagi waktu saya dengan kegiatan pondok, mengajar dan kuliah apalagi dimasa akhir yang disibukkan dengan kegiatan PPL, KKN bahkan sampai skripsi.

Alhamdulillah walaupun harus menyelesaikan studi akhir ditahun dimana dunia sedang dilanda pandemi. Situasi menuntut  semua harus serba sulit. Bimbingan hanya dengan online, seminar proposal online dan sidang skripsi dengan tatap muka karena sudah new normal, namun  saya masih  mampu menyelesaikan tugas akhir saya tepat waktu. Terimakasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu keberlangsungan pendidikan saya dan teman-teman bidikmisi seluruh tanah air. Semoga beasiswa ini tetap berlanjut dan semakin jaya mengantarkan putra-putri bangsa untuk meraih cita-citanya dan menjadi pengabdi negara.

Salam semangat buat adik-adik yang senasib dengan saya, teruslah berjuang tanpa memamandang strata dan lembaga yang membesarkan anda. Karena pada hakikatnya kita semua sama,  yang menentukan jalan hidup kita nantinya adalah niat dan usaha bukan keinginan yang diapresiasikan hanya dengan hanyalan.

Wassalamualiakum wr wb.

Author Image

About bidikin
Inspiratif, Berkarya, Bermakna, Peduli

No comments:

Post a Comment