Friday, September 25, 2020

Hanya Orang Yang Memantaskan Diri, Mampu Berada di Garda Kesuksesan.

0

 

Halo, saya Winda Sari, akrab dipanggil Winda atau panggilan lain oleh kawan-kawan terdekat saya seperti “ayam pesek, bekantan atau winco” terbilang aneh tapi itulah pertemanan. Agustus 2020 adalah bulan yang semakin meyakinkan saya untuk maju dan mengubur dalam rasa ketidakpercayaan diri, yahh tepat bulan itu saya telah berada pada titik semester 5 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, setengah perjalanan menuju penyelesaian studi S1.

Saya bukan orang paling pintar atau bahkan orang paling kuat, tapi saya berusaha menjadi orang yang konsisten. Saya tumbuh dikeluarga sederhana, pantang bagi saya mengatakan keluarga saya adalah kalangan tidak mampu sebab saya percaya bahwa mereka dititipkan Tuhan untuk menjadi tonggak kuat yang memiliki jutaan rahasia untuk membesarkan saya tanpa keluhan dan keputus-asaan. Saya ingat betul perkataan mama saya bahwa “Tidak penting orang lain mengetahui keadaan rumah atau berapa uang dikantongmu, sebab yang merasakan perjuangan adalah dirimu sendiri. Jangan terlihat tidak mampu, sebab semua orang punya kesempatan yang sama”.

Bapakku seorang wiraswasta mengerjakan segala hal selama itu berada digaris halal sedangkan, mama ku tak lain hanya seorang ibu rumah tangga. Tidak mudah bagi mereka untuk menyekolahkan 2 orang anak hingga ke bangku perkuliahan dengan penghasilan yang tidak menentu atau bahkan berada dibawah kata cukup dengan setumpuk beban hidup yang sering kudengar disetiap percakapan malam mereka. Mendengar ucapan pesimis orang lain terhadap keputusan orang tuaku untuk menyekolahkan kami, tak cukup kuat untuk menumbangkan semangat juang orang tuaku untuk terus menyekolahkan kami.

Semua orang ingin sukses, termasuk saya. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Sayapun masih mencari makna itu. Bukan tentang usaha saja, tapi seberapa besar memantaskan diri untuk itu. Semua orang punya tantangan dan masa sulit, termasuk saya. Gagal pertama pada seleksi berkas beasiswa bidik misi, sempat menjatuhkan air mata saya sore itu. Bagaimana tidak, harapan terbesar saya untuk meringankan beban orang tua untuk menginjak bangku perkuliahan adalah bidik misi. Jarak 180 km dari rumah ke kampus tak menyurutkan semangat saya untuk pulang ke rumah menyiapkan ulang berkas bidik misi, meskipun dengan memaksakan diri tapi saya percaya bahwa apa yang saya lakukan tidak akan berpaling dari apa yang saya dapatkan. Dalam waktu satu hari, 180 km saya lewati sebanyak 4 kali ditemani oleh bapak saya, cukup haru sebab hari itu hujan lebat tengah setia menemani kami yang hanya mengendarai sepeda motor. Dibilang capek, tentu saja. Tapi, yang cukup membuat saya ibah adalah harap cemas dari mata bapak dibalik pintu seleksi berkas bidik misi. Untuk kesekian kalinya, Tuhan masih menyimpan kejutan manis bagi saya, saya kembali dinyatakan tidak lulus beasiswa bidik misi.

Dengan rasa berat, semester awal saya lewati dengan membayar ukt (uang kuliah tunggal) dan entah bagaimana caranya, orang tuaku memenuhi hal tersebut. Percayalah, tidak mudah bagi mereka untuk memenuhi hal itu. Kembali lagi, semua orang punya tantangan, termasuk saya. Sesulit apapun keadaan saya, saya selalu optimis menjadi seorang pemenang bukan hanya seorang pemimpi.

Memutar otak menutupi segala kebutuhan perkuliahan selalu berotasi di pikiran saya, tapi sekali lagi tetaplah bekerja cerdas. Meskipun awalnya saya sempat mecari peruntungan penyediaan name tag untuk mahasiswa baru, tapi itu tidak sesuai dengan apa yang ingin saya gapai. Kuliah adalah fokus utama, dan lomba kujadikan alternatif untuk menutupi beberapa kebutuhan. Tidak mudah pastinya, puluhan lomba yang kuikuti tak henti memupuk kecewa rasa kegagalan. Tapi sekali lagi, memantaskan diri, apakah usaha yang saya lakukan telah cukup untuk menyandang kemenangan. Saya rasa itu relatif, dan berusaha di keadaan sulit masih setia mendampingi. Pertengahan semester 2, sudah kupastikan Tuhan telah membuka perlahan hadiah manis untukku, siapa sangka saya dinyatakan lolos beasiswa bidikmisi meskipun sebelumnya saya pernah dinyatakan lolos beasiswa pemerintah daerah tapi beasiswa bidik misi kujadikan pilihan utama. Betul, bidik misi telah melegakan beberapa beban pikiran untuk kuliah dan hingga kini membuka peluang untuk berprestasi. Percayalah kawan, ada jutaan orang yang berharap bisa dititik sepertimu bahkan ada jutaan orang yang tengah bermimpi tapi pilihan menjadi pemenang ada ditangan kamu. Bukan tentang apa yang akan terjadi esok, tapi apa yang saya lakukan hari ini.

“Arahkan mata Anda pada bintang-bintang dengan kaki tetap berpijak pada tanah.” - Theodore Roosevelt.

Hanya orang yang memantaskan diri, mampu berada di garda kesuksesan. Berikan versi terbaikmu gapai eskpektasimu. Gagal boleh saja, tapi sisakan jutaan ruang kemenangan untuk satu kegagalan. Saya percaya hal tersebut, sebab dari sekian kegagalan, akan ada hal manis yang Tuhan ciptakan. Gagal bukan berarti jatuh, namun gagal mengajarkan saya untuk memantaskan diri berada di puncak kemenangan. Dengan itu, beberapa poin kemenangan telah mengisi kegagalan saya dan percayalah usaha hari ini akan kuwujudkan keberhasilan di esok hari. Jangan terlalu lama berkawan dengan mimpi, sebab mimpi butuh kepastian. Nyatakan usahamu, gerakkan tanganmu dan gapai ekspektasimu.

Sukses bukan kebetulan, tapi kepastian dari diri sendiri

Sampai bertemu kesuksesan.

Author Image

About bidikin
Inspiratif, Berkarya, Bermakna, Peduli

No comments:

Post a Comment