Anak Nelayan, Lulusan Terbaik
Iwanto Raih IPK 3,96 di UMRAH Tanjungpinang
Penghasilan orangtua pas-pasan. Hidup sederhana dan serba kekurangan saat kuliah tidak mematahkan semangat Iwanto untuk tekun belajar. Kondisi itu juga yang membuatnya menjadi lulusan terbaik.
TANJUNGPINANG – SAAT wisuda ratusan sarjana Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, akhir pekan lalu, nama Iwanto dipanggil sebagai lulusan terbaik dengan perolehan IPK 3,96 (cumlaude).
Usaha dan pengorbanan Iwanto selama 3 tahun 10 bulan di bangku kuliah terbayar sudah dengan perolehan sebagai wisudawan predikat lulusan terbaik tingkat fakultas dan juga universitas di Kampus UMRAH.Iwanto seorang anak yang lahir dari keluarga sederhana, dari pasangan Ali dan Maryam. Mereka hidup dari hasil laut dengan menjadi nelayan di Pulau Tanjungbalai Kecil di Kabupaten Karimun.
Ia merupakan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Ia sangat bersyukur menjadi lulusan terbaik fakultas dan juga universitas.
”Dulu, bagi saya kuliah itu cuman impian dan mimpi semata. Mengingat penghasilan orangtua saya yang kurang dari Rp1 juta per bulannya. Untungnya ada Beasiswa Bidikmisi. Sehingga saya bisa kuliah dan sekarang bisa menyelesaikan program sarjana saya di jurusan Teknologi Hasil Perikanan,” ungkap Iwanto, Selasa (18/9).
Dengan kesempatan inilah, ia pun memanfaatkan peluang itu sebaik mungkin. Jadi lulusan terbaik memang target Iwanto, dan itu merupakan niatnya sejak awal masuk kuliah di UMRAH.
”Mengingat saya kuliah dengan segala keterbatasan, hanya bergantung pada beasiswa. Saya berpikir semuanya harus terbayar dan akhirnya keterbatasan itu pula yang mendorong saya untuk berbuat lebih hingga saya bisa lulus dengan predikat cumlaude,” ucapnya.
Dengan mengambil judul skripsi yakni ‘Biosensor Pendeteksi Kesegaran Ikan Berbasis Indikator Warna Bromocresol Purple’, menjadikan Iwanto sebagai lulusan pemuncak tingkat fakultas sekaligus tingkat universitas pada Wisuda Sarjana ke- XI Umrah yang berlangsung di Aula Kantor Gubernur, Pulau Dompak, Sabtu (15/9).
Walaupun pada awalnya, ia sebelum melakukan penelitian begitu banyak kendala yang dihadapinya. Kendala itu seperti masalah dana yang akan digunakan untuk melakukan penelitian.
Itu tidak membuatnya putus asa dan mencari jalan untuk mengatasinya dengan mengikuti Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) di Tanjungpinang.
”Selama penulisan, alhamdulillah nggak ada kendala. Cuman awal-awal saja, ketika mau penelitian kendala di dana. Tapi alhamdulillah, Allah SWT punya cara, kebetulan ada ajang TTG tingkat Kota Tanjungpinang dan saya ikutkan penelitian saya di lomba itu dan menjadi juara. Nah, hadiahnya itu dibuat biayai penelitian saya,” tuturnya.
Ia menjelaskan, pada umumnya penilaian terhadap kesegaran ikan secara luas masih menggunakan metode penilaian secara sensori seperti penampakan, tekstur, bau dan warna. Dari penelitiannya inilah, Iwanto bisa memberitahukan kepada orang ramai kalau kesegaran ikan tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
”Ada ikan yang kelihatannya segar, tapi kandungan racun (histamin) sudah diambang batas. Tidak bisa kalau dilihat dengan mata telanjang. Sehingga diperlukan teknik lain. Teknik lain yang dapat digunakan untuk melihat kesegaran ikan dari aspek mikrobiologi, dapat menggunakan metode TPC (Total Plate Counts). Sedangkan secara kimia dengan metode TVB-N (Total Volatile Basic Nitrogen). Namun demikian, cara penilaian tidak langsung ini membutuhkan waktu yang lama dan ilmu khusus untuk melakukannya,” jelas Iwanto.
Selain itu, dibutuhkan juga laboratorium yang memadai serta alat dan bahan yang tidak dimiliki oleh setiap orang. Sehingga, perlu ada alat sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi kesegaran ikan dengan mudah dan cepat.
Setelah lepas dari penelitian, Iwanto harus mengikuti sidang dengan beberapa dosen penguji yaitu R. Marwita Sari Putri, S.Pi., M.Si, Jumsurizal, S.Pi., M.Si, Aidil Fadli Ilhamdy, S.Pi. M.Si sama Ginanjar Pratama, S.Pi., M.Si.
Ia mengaku, kelima dosen tim penguji itu melayangkan berbagai pertanyaan yang sedikit gugup dirasanya namun ia berusaha santai. Dengan waktu sidang, 1 jam 27 menit ia pun berhasil melalui rasa yang bercampur aduk.
”Semuanya nanya tentang bagaimana proses kemunduran, terkait mutu ikan dari awal ditangkap. Dikarenakan kemunduran mutu ikan sudah dipelajari di saat semester 2, jadi saya masih ingat dan tak begitu sulit bagi Iwan menjawabnya,” ungkapnya.