Dari Topi Petani Menuju Topi Toga Sarjana Santri
Mengenyam pendidikan sampai perguruan tingga merupakan impian
terbesar saya sejak dari bangku sekolah dasar. Entah itu karena efek melihat
sinetron di tv ataupun efek dari membaca kisah inspiratif di Koran tempo dulu.
Hallo, aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Aku lahir di
Makasar pada zaman orde baru yang pada saat itu kondisi ekonomi keluargaku
sedang naik turun. Tapi, berjuta rasa syukur tak hentinya aku ucapkan ketika
kini aku menjadi mahasiswi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Jujur, awalnya
bukan niat awal aku mengambil kuliah di Bandung. Bisa dibilang aku lolos
melalui jalur SPAN-PTKIN yang mana aku tidak harus repot-repot untuk membayar
uang pendaftaran dan tes ujian masuk. Ya, karna pada saat masa akhir SLTA
ekonomi keluargaku sedang dibawah. Aku yatim semenjak kelas 4 Sekolah Dasar dan
ibuku hannya buruh menjahit. Disamping itu akupun merupakan cucu petani,
tidak pernah aku merasa malu ketika
menyandang status sebagai anak cucu petani. Karena aku yakin lewat perjuangan
petani bangsa ini bisa hidup. Sempat ditentang oleh pihak keluarga almarhum
ayah bahwa perempuan tak usah sekolah tinggi. Padahal, kala itu RA Kartini
telah bersusah payah membela kaum perempuan lewat gerakan emansipasi wanita
agar kaum perempuan memiliki hak berpendidikan tinggi.
Ketika akhir masa
sekolah SLTA aku sudah mempersiapkan dengan apik untuk perihal kuliah nanti.
Bahkan aku sudah menargetkan akan mendaftarkan diri di perguruan negeri ternama
di Jogja dan Semarang. Ya, menurutku kedua kota itu bagus untuk aku menimba
ilmu. Namun, takdir berkata lain. Tepat setelah malam Nifsyu Sa’ban setelah
malamnya di pesantren aku mengadakan doa bersama dan sholat 100 rakaat, tak
lupa aku berdoa pada Tuhan yang Maha Kuasa untuk memberikan yang terbaik untuk
masalah kuliahku nanti. Akhirnya pada pagi harinya sekitar pukul 9 siang aku
membuka pengumuman SPAN-PTKIN. Alhamdulillah wasyukurillah aku diterima di UIN
Bandung. Tak ada kata sesal akan keputusan terbaik dari Allah SWT ini. Tangisku
seketika itu tak terbendung, ada rasa senang dan haru menjadi satu. Melihat teman
sekamarku yang sama-sama telah berjuang demi melanjutkan kuliah nyatanya tidak
lolos.
Ketika bulan puasa
Ramadhan di taun 2018 lalu, aku diharuskan mengumpulkan berkas-berkas persiapan
kuliah. Meluncurlah aku dan teman-teman sepesantren yang lolos juga di UIN
Bandung. Beruntung ada kakak kelas sealmamater dulu yang sedang kuliah dikampus
yang sama, akhirnya aku menumpang barang dua hari dirumah mungil kontrakkannya.
Lanjut, aku pulang lagi kerumah karena masa perkuliahan akan dimulai sekitar
sebulan lagi. Ketika deadline pembayaran UKT keluargaku masih belum mendapatkan
uang. Karena sistemnya harus membayar UKT terlebih dahulu sebagai tanda bukti
serius mengambil kuliah melalui jalur SPAN tersebut. Akhirnya dengan doa dan
usaha maksimal ibuku mendapatkan uang pinjaman dari salah satu temannya.
Akhirnya aku langsung meluncur ke salah satu Bank yang memang sudah ditetapkan
oleh pihak kampus.
Ingin sekali kuliah
sambil melanjutkan mengaji dipesantren namun melihat kondisi perekonomian yang
tidak stabil maka aku memutuskan untuk
ikut mengontrak rumah dengan kakak kelas yang sealmamater dulu. Karena dengan
begitu otomatis mengurangi beban pengeluaran yang begitu besar. Sekitar dua
minggu aku masuk kuliah, pendaftaran beasiswa bidikmisi dibuka. Aku dan teman
sekelasku yang sama-sama berjuang untuk mendapatkan beasiswa ini langsung
meyiapkan berkas yang dirasa perlu untuk dikumpulkan.
Selang sebulan
lamanya, akhirnya pengumuman beasiswa bidikmisi diumumkan. Aku segera
mengunjungi gedung Al Jamiah untuk melihat apakah aku lolos atau tidaknya di
mading Al Jamih. Betapa terkejutnya aku ketika melihat namaku terpampang dengan
jelas beserta jurusannya. Aku langsung diam terpaku, merenungi betapa baiknya
Allah padaku. Hingga beberapa hari kemudian aku dipanggil ke ruang dosen untuk
dimintai keterangan alamat rumah guna mensurvey rumahku dikampung.
Akhirnya mimpiku
terkabul, kini aku menjadi mahasiswa sekaligus santri disalah satu pesantren
besar di Bandung. Tak dapat kupungkiri Allah mempunyai skenario yang sangat
indah. Terimakasih Bidikmisi telah mewujudkan harapan dan cita-citaku, hingga
nanti anak cucu petani ini dapat menjadi Sarjana Santri.
Teriakhir, salam hangat dari
Elsa Tania Putri mahasiswi Bidikmisi
2018