Friday, January 11, 2019

Bidikmisi, Cahayaku Menggapai Impian

0
Bidikmisi, Cahayaku Menggapai Impian
Oleh: Muliana Mursalim

Menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara,  pendidikan itu merupakan tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya, pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Saya pun setuju dengan pendapat dari Bapak Pendidikan kita bahwa pendidikan  itu sesuatu yang mutlak yang harus ditempuh oleh seorang anak. Dan bagiku, itu sangatlah penting. Akan tetapi, tentunya tidak semua orang berpikiran bahwa pendidikan itu penting. Contohnya saja di dalam keluargaku sendiri. Baginya mengelola kebun kemudian menghasilkan uang itu sudah cukup tanpa harus mengeluarkan banyak dana untuk pendidikan. Menurut mereka, pendidikan dengan jalan menempuh pendidikan tinggi itu harus mengeluarkan banyak biaya. Ya, seperti itulah gambaran dari pemikiran di keluargaku.

Namun, saya mempunyai pandangan yang berbanding terbalik dengan mereka. Dari perbedaan pemikiran itulah yang semakin menguatkan tekadku untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

            Awalnya, saya sangat pesimis bisa melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan. Tentu saja karena melihat kondisi ekonomi keluargaku yang sangat sederhana. Terlebih Ayahku yang hanya seorang imam masjid dengan penghasilan pas-pasan. Begitu pun dengan ibuku yang hanya seorang ibu rumah tangga, membuat sikap pesimis itu perlahan-lahan mulai merobohkan benteng dalam diriku yang telah saya bangun semenjak duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga menengah (SMA).

Akan tetapi, semuanya tidak berlangsung lama. Setelah saya mendapatkan pengumuman dari sekolah tentang adanya beasiswa bidikmisi. Yang saya ketahui saat itu, beasiswa bidikmisi merupakan bantuan pendidikan miskin berprestasi yang diberikan kepada calon mahasiswa sebagai bentuk apresiatif bagi yang memiliki akademik baik namun kondisi ekonomi yang tak mencukupi. Akhirnya, singkat cerita pihak sekolah mendaftarkan namaku sebagai calon penerima beasiswa bidikmisi. Sisanya, saya hanya menunggu pengumuman Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sebagai prasyarat lulusnya beasiswa tersebut.

***

Masih teringiang diingatanku beberapa bulan lalu, tepatnya 7 April 2016. Setelah pelaksanaan UN, saya kemudian menunggu pengumuman SNMPTN. Kala itu, perasaan cemas, was-was, menghantuiku. Terlebih lagi karena kendala ekonomi saya tidak bisa mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan SBMPTN seperti halnya yang diikuti teman-teman sekolahku sembari menunggu pengumuman SNMPTN.

 Hal yang kulakukan saat itu ialah belajar sendiri dengan berbekal soal-soal yang saya download dari internet. Oleh karena itu, lulus lewat jalur SNMPTN sangat saya harapkan bisa menjadi gerbang untuk melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan di universitas ternama yang telah lama saya incar sebelumnya. Tentunya dengan menggunakan beasiswa bidikmisi. Tapi, saat itu takdir berkata lain. Pengumuman SNMPTN saya dinyatakan tidak lulus. Mendengar hal itu, kedua orangtuaku menyarankan untuk melanjutkan kuliah di daerah tempat orangtuaku berada yakni di Sulawesi Barat. Alasannya jelas, biaya yang tidak begitu mahal dan pertimbangan saya ini seorang anak perempuan, jadi tidak usah kuliah di tempat yang jauh, membuat saya berkecil hati. Ditambah lagi, karena saya tidak ikut bimbingan belajar sehingga persiapan untuk mengikuti tahap seleksi berikutnya (SBMPTN) masih kurang.



Namun tekad yang sudah begitu kuat seolah-olah tidak bisa menerima saran dari orang yang sudah menyekolahkanku itu. Sehingga sempat terjadi konflik antara saya dengan orangtua saat itu, karena saya berpendirian untuk tetap mengikuti jalur SBMPTN dengan memilih UNHAS sebagai target saya yang selanjutnya. Dengan setengah hati, orangtuaku akhirnya menyuruh agar saya berangkat segera ke Makassar. Tekad yang sangat besar itulah yang membuat saya beranggapan bahwa SBMPTN ini merupakan tantangan yang harus saya lewati. Sebab hal itu sejalan dengan motto hidup saya “Today’s struggle is tomorrow’s success”, tantangan hari ini adalah kesuksesan hari esok.

Saya sangat yakin dengan hal itu, dan akhirnya semua itu terbukti. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus di jalur SBMPTN dengan pilihan pertama di Universitas Hasanuddin, sebuah universitas terfavorit di Indonesia Timur. Mendengar hal itu kedua orangtuaku sangat terharu melihat semangat dan usahaku selama ini yang begitu kokoh untuk melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan.

            Waktu berjalan seperti seharusnya. Tetapi, pengumuman penerimaan beasiswa tak kunjung datang. Saya bingung sebab selama tiga bulan saya kuliah, belum ada pengumuman yang terdengar di telingaku.

            Namun, dua hari setelahnya, hasilnya pun terdengar begitu nyaring di telingaku. Dan... Alhamdulillah saya diterima. Mungkin hal ini terkesan biasa saja bagi orang-orang di luar sana, akan tetapi bagi saya dan keluarga, hal ini adalah momen yang sangat luar biasa. Karena dengan cara inilah saya bisa mengurangi beban kedua orangtuaku dalam menguliahkanku di kampus ini. Sujud syukur pun menjadi cara pertama untuk membuktikan kesyukuranku pada Allah. Allah telah mengabulkan pintaku ini. Tentu semua ini tidak terlepas dari doa yang telah kedua orangtuaku panjatkan di setiap salat mereka. Dengan semangat, usaha, doa dan tawakkal, saya yakin mimpi itu bisa terwujud. Jika yang di atas sudah menghendaki, meskipun terkadang mimpi itu seperti khayalan semu belaka, semuanya pasti akan berjalan sesua kehendakNya.

            Hidup itu tak akan indah tanpa adanya mimpi. Tak ada salahnya kita bermimpi, asalkan mimpi itu harus sesuai dengan kemampuan kita. Bermimpilah selagi kita masih bisa bermimpi dan ingatlah di dunia ini tidak ada sesuatu yang tak mungkin dan segala kemungkinan itu akan terjadi. Meskipun saya berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, saya tidak pernah menjadikan hal itu sebagai suatu penghalang untuk melanjutkan cita-citaku sebagai seorang penegak hukum.

            Hal lain yang mendorongku untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum ini adalah karena saya selalu menyaksikan adanya ketidakadilan, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui media, misal di televisi, internet dan media sosial lainnya yang menurut saya telah mejadi sesuatu yang sangat sering terjadi dan merajalela di negara ini.

            Saya selalu melihat bagaimana pejabat atau kaum borjuis lebih dihormati, diperlakukan lebih sungkan, dan diutamakan dibandingkan rakyat biasa. Terlebih lagi terhadap rakyat kalangan menengah ke bawah. Padahal, menurutku yang namanya keadilan itu buta. Tak memandang nama dan latar belakang seseorang. Seperti apa yang disampaikan dari makna patung dewi keadilan.

Saya pun mengalihkan cara pandangku. Bagaimana memandang Indonesia yang lebih luas, dengan berbagai pemandangan indah, ribuan pulau dengan keanekaragaman sukunya, adat, bahasa, dari sabang sampai merauke, kekayaan alam yang begitu melimpah, dan masih banyak lagi. Namun di balik itu semua saya juga melihat berbagai macam kasus yang membuat kakiku hendak melompat bersuara.

Aku mengharapkan Indonesia bergerak sebagaimana mestinya. Aku tidak ingin melihat Indonesia lebih kejam lagi terhadap rakyat yang di bawah dan makin menurut pada kalangan atas yang umumnya memiliki jabatan tinggi. Aku tak ingin lagi mendengar anomali-anomali bahwa ketidakadilan itu hanya berlaku bagi orang kaya, dan tidak untuk si miskin. Dan untuk mewujudkan keinginan itu, aku sadar bahwa pendidikan dan wawasan yang luas adalah jawabannya. Dan semua hal itu bisa saya dapatkan di bangku perkuliahan.

Untuk mencapai pendidikan yang tinggi, maka dibutuhkan nominal yang tinggi pula. Maka dari itu, saat aku dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa bidikmisi, bagiku itu seperti pintu gerbang. Pintu gerbang perubahan mindset keluargaku, pintu gerbang pendidikan tinggi untuk mewujudkan cita-citaku. Dan pintu gerbang bagi gerakan dan impianku untuk mengubah dan memperbaiki negaraku sebagaimana fungsi dari mahasiswa yaitu sebagai agent of change.

Selain karena saya juga adalah anak pertama dan masih memiliki dua saudara yang harus disekolahkan oleh kedua orangtuaku. Oleh karena itu, saya sekolah tinggi-tinggi bukanlah hal yang mudah bagi kedua orangtuaku. Tapi, dengan bantuan dari beasiswa bidikmisi segalanya menjadi lebih mudah. Bagiku, bidikmisi itu diibaratkan sebgai sebuah tongkat untuk menopang satu kekuranganku dan membantuku untuk melangkah menuju tempat yang aku inginkan. Terima kasih Bidikmisi! Ini adalah kesempatan emas bagiku, sebagai mahasiswa penerima bidikmisi. Dan kesempatan ini tidak akan saya sia-siakan begitu saja, tapi akan saya manfaatkan sebaik mungkin karena bidikmisi adalah cahayaku dalam menggapai impian, yang kusebut itu dengan cita-cita.
Author Image

About bidikin
Inspiratif, Berkarya, Bermakna, Peduli

No comments:

Post a Comment