Saturday, December 15, 2018

Bukan saya kalau menyerah

1
Bukan saya kalau menyerah
Cerita Pendek Lukman Zaenudin
Alumni Mahasiswa Bidikmisi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran 

Sejak kecil aku bermimpi jadi petualang. Berkelana menjajak kaki ke suatu negeri sekaligus mengambil pelajaran dari peristiwa sepanjang jalan. Sungguh menantang rasanya. Aku tahu, perjalananku takkan sehebat  pengembaraan Ibnu Batutah ataupun ekspedisi laut Laksamana Cheng Ho, tapi petualangan tetap akan memberiku banyak ilmu.
Bermimpi untuk berkelana melintas dunia tampaknya suatu hal yang tak terjangkau nalar bagiku, logikanya, bagaimana seorang marbot masjid yang ingin melintas batas Provinsi dan bisa melintas Benua. Aku juga sadar, aku memang ‘hanya’ seorang remaja kampung yang terlahir dari keluarga sederhana, sejak saya lahir sampai sekarang bapak menyibukan pekerjaannya sebagai pangayuh becak, buruh serabutan, dan ibu jadi ibu rumah tangga.
Orang tua yang tak banyak bicara, tetapi tak henti mengumamkan doa. “yang penting bisa kamu sekolah nak, biar hidupmu tidak susah seperti kami,”celetuknya begitu rata-rata pengakuan kedua orang tua. Ya ini banyak hal-hal yang penting terjadi dalam hidup. Ya seneng, ya sedih, ada ketawa, dan tangis berlinangan air mata. Semua hal yang membangunkan diri saya untuk hidup perihatin, dan berani mandiri. Kerana sadar akan hanya diri sendiri yang bisa merubah diri sendiri. Berjuang dari bawah karena sadar diri ini bukan keturunan ningrat. Aku wong tani. “Bukan saya kalau menyerah”tegas motto hidupku.
Saya memiliki impian menjadi seorang Penulis yang bisa membanggakan keluarga dan orang yang ada di sekitarnya. Sebab aku ingin memerangkap adegan kehidupan yang ingin aku jadikan utuh. Supaya ia tak pergi kemana-mana, bisa aku tengok kapan pun. Senada dengan idola saya musikus dari Bandung, ia juga pengarang bernama Fiersa Besari. “Ketika aku membuat karya, aku telah bersahabat dengan masa lalu. Ketika aku yang tidak pernah menyangka diberi honor tulisanku dimuat di surat kabar –bisa memberi sesuatu untuk orang tua, aku telah bersahabat dengan hati nurani. Dan kau tahu apa yang paling penting? Ketika aku melakukan semua ini didasari rasa senang tanpa menggerutu, aku telah bersahabat dengan diriku sendiri.” 
Singkat cerita lulus di bangku Sekolah Menengah Atas, aku mulai berpikir untuk masa depan antara kerja, nikah muda atau pilihan kuliah. Kini dalam hati saya ada keinginan untuk kuliah, namun diantara keinginan itu  merasa harus menunda. Kuliah hanya bagi yang punya harta, uang banyak pada umumnya, aku tidak termasuk.” Menyadari kondisi keuangan keluarga, aku memilih untuk bekerja. Dalam hati kecil aku melihatnya ironis bila punya impian, namun impiannya tidak terjamahkan. Dari balik mata bening tidak berdosanya,selalu murung merasakan kesedihan. Tidak bergembira ria seperti teman sebayanya ketika punya impian, keinginan itu mudah diwujudkan oleh kedua orang tuanya.Bukankah tidak pernah ada orang yang bermimpi lahir jadi miskin, kere, tidak punya apa-apa, tapi gara-gara itu semua tidak diberi hak untuk pintar, cerdas, kreatif, dan inovatif?! Dilarang memasuki dunia sekolah “Dalam hari-hari yang selalu dipikirkan ada tersimpan nasehat dari kedua orang tuaku, Nak” sabar nak, pasti ada hikmah dibalik kesabarannya itu. Berlangsung tiga tahun lamanya saya dalam pengabdian Menjadi marbot masjid, mendampingi Keseharianku sambil sekolah. Namun itu bukan pilihan utama, meski tidak bisa dibilang buruk. Mengurus masjid adalah pekerjaan mulia. Meski tidak ada jaminan dunia, namun malaikat tentu tidak pernah lupa mencatat. Keikhlasan mengurus masjid pasti dijawab dengan Pahala dan Sorga. Itu belum tentu, Biar ALLAH SWT yang Gaji saya. “tuturku.  Saya memikirkan bukan hal itu, tapi bagaimana caranya saya bisa mengenyam pendidikan dengan hal gratis tidak memberatkan keluarga. Aku harus memutar otak kembali. Mengatur langkah. Karena masa depan masih panjang. Bisa saja menyerah pada keadaan. Setiap harinya di luar jadwal sekolah selama aku masih dibangku SMA, aku bermain dan bercengkerama dengan Sapu seusai sholat shubuh dengan ditemani sepeda bututnya selalu melaju,saya konsisten memegang prinsip hidupnya“ Demi kesejahteraan keluarga kami rela menjadi tukang bersih-bersih. Bahwasanya kebersihan hati diawali oleh kebersihan lingkungannya.Jika hati bersih,insya Allah tidak berani korupsi.”  Yaa begitulah, aku sangat bersyukur menjadi ‘marbot’ masjid. Bagiku, remaja yang menjadi penggiat di masjid adalah profesi yang mulia. Profesi ini dulunya juga diemban kanjeng nabi dan para shahabatnya. Sungguh mulia bukan? 
Aku enggan, bukan karena tidak mau. Anak  bungsu dari keluarga amat sederhana memilih langkah lain. saya sudah cukup mengabdi di masjid harus mencari langkah yang berbeda. Aku bertekad untuk membuat perubahan. Aku yakin terhadap firman Allah, bahwa perubahan adalah tanggung jawab manusia. Tuhan hanya akan mengiringi seraya mengamini tekad hambanya. Dalam selembar kertas di dinding kamar bertuliskan “Intanshurullah yanshurkum” barangsiapa yang menolong Allah, maka Allah akan menolongnya. Dan janji Allah tak pernah teringkari! Dengan tekadnya sabda itu, saya mencobanya untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dengan dalih tidak memberatkan keluarga.
Tak ada salahnya kita bermimpi asalkan mimpi itu sesuai dengan kemampuan saya, dan saya harus gapai mimpi itu.Bermimpilah selagi kita masih bisa bermimpi.Ingatlah, di dunia ini tidak ada sesuatu yang tak mungkin dan segala kemungkinan itu akan terjadi.Untungnya, kini pintu-pintu akses pendidikan telah mudah kita dapatkan dan saya mencanangkan impiannya hingga tinggi mengikuti program bantuan Bidikmisi adalah salah satu di antaranya.
Bidikmisi adalah program bantuan biaya pendidikan yang diberikan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada mahasiswa dari keluarga ekonomi terbatas tapi memiliki potensi akademik memadai. Memang, bagi para penerima Bidikmisi, program beasiswa tersebut merupakan berkah dan anugerah tak terkira. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai sebuah keajaiban, Tuhan Maha Kaya. Betapa tidak, “Ya ini adalah anak-anak dari keluarga yang sederhana berbagai daerah Indonesia, termasuk dari daerah terpenci. Seolah-olah, dipersilakan seketika untuk memasuki pintu gerbang perguruan tinggi di kota dengan gratis. Bahkan, juga mendapatkan uang saku atau biaya hidup. Kisah-kisah kebahagiaan dan rasa bersyukur ini memang tergambar kuat.Aku menuturkan tentang kondisi keluarga, himpitan ekonomi, dan impian yang kini berani dipeluknya. Kisah batin begitu menyentuh dan inspiratif, karena yang ingin saya sampaikan adalah realitas, bukan sekadar retorika indah buatan para motivator. 
Entah harus dengan cara apalagi, aku mengucapkan rasa syukur pada yang kuasa. Allah SWT telah mengabulkan pintaku ini. Aku berjanji pada diriku sendiri harus lebih baik lagi dan menjadi insan yang berbakti pada kedua orang tua, agama, negeri dan bangsaku.Terimakasih Beasiswaku, Bidikmisiku, telah mengantarkanku menggapai mimpi menjadi Mahasiswa Universitas ternama disalah satu Kota Bandung . Universitas Padjadjaran.“Saya sangat ingin menginspirasi teman-teman yang merasa kekurangan, jangan pantang menyerah. Ini hanya keterbatasan ekonomi. Sementara kita masih punya fisik yang baik, jika kita mau berusaha dan bersyukur, saya percaya akan diberikan jalan oleh Yang Maha Kuasa. Sesungguhnya ekonomi bukan menjadi kesulitan, karena kita masih memiliki akal, otak, sehingga kita pasti bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi,”tuturku dengan penuh semangat. Dari sejak itu, motivasi saya bertambah. Saya justru malah ingin membuktikan bahwa bantuan yang saya terima itu berasal dari uang rakyat. Saya harus mempertanggung jawabkannya kepada rakyat dan Negara yang mempercayai saya menerima Beasiswa. Saya ingin menjadi mahasiswa Bidikmisi yang sangat bertanggung jawab terhadap uang rakyat. 

Berkat beasiswa yang saya terima selama 4 tahun, Bidik misi ini sebagai takdirku untuk melihat pintu mimpi yang pernah saya impikan. Tidak berhenti begitu saja, kuliah pulang kuliah pulang, serta mengimbangi berorganisasi. Saya harus punya orientasi lain, selain tuntutan untuk akademik. Hal ini saya yang berkeinginan mempunyai perpustakaan pribadi dan melahirkan karya yang bermanfaat. Saya terus berjuang untuk menambah dan mengasah kemampuanku. Mencoba saya banyak mengikuti beberapa kompetisi menulis selama itu saya pernah menjuarai dan penghargaan bisa teraih antara lain; Finalis 10 Besar Writing Contes Se-Jawa Barat, Penulis Terpilih Dalam Lomba Menulis Cerpen Tema Bebas Pemred. Lasaripi Publisher 2017, sering nulis cerpen di surat kabar Cirebon,  sekuel dari cita-cita dan cinta; Cerpen “Tanda Tanya” Majalah Lembaga Pers Mahasiswa Politeknik Piksi Ganesha Bandung, Juara Terbaik 1 Sayembara Foto Manusia Berdaya 2018 – Layanan Aktif Baznas. Semenjak lulus kuliah sampai sekarang, belum punya kesibukan atau pekerjaan yang menetap. Aku suka pergi keluar untuk belajar dari hal-hal dan orang-orang baru. Keseringan menulis ini tidak pernah saya tinggalkan, kerena sedang menunggu sesuatu yang selalu kupelihara (menelurkan karya). Kurawat baik di bilik-bilik dada, mengakar kuat di kepala. Doakan saja dimampukan untuk mengabadikannya dalam buku-buku. Agar bisa kau temui di perputakaan-perpustakaan dimana pun tinggalmu. Selalu kuusahakan semampuku. 

Semoga menginspirasi  . . .
Sebuah persembahan kepada kedua orang tua, dan kakak. Tanpa keduanya saya bukan siapa-siapa, yang tak pernah punya dorongan untuk berani bermimpi. Saya persembahkan Sarjanaku dengan penuh cinta dan hormat.

Biografi Singkat
Lukman Zenudin lahir di Indramayu 19 April 1994. Menyelesaikan Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran. Selain menulis, fotografi dan berpetualang ke alam terbuka hobi yang paling disukai. Jika ingin mengenal jauh bisa lewat akun Instagram @silukmanz atau kontak langsung 0895414522008.

  

Author Image

About bidikin
Inspiratif, Berkarya, Bermakna, Peduli

1 comment: